Selasa, 23 Oktober 2012

Ternak Kerbau

1.2. Ternak Kerbau
Ternak kerbau merupakan ternak ruminansia. Berdasarkan taksonominya maka kerbau termasuk dalam :
Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : mammalia Sub famili  : Bovinae Genus : Buballus
Species :
•     Buballus arnee
•     Buballus depressicornis
•     Buballus mindorensis
•     Buballus caffer
•     Buballus merah
Kerbau mempunyai beberapa bangsa atau jenis, akibat dari penyebaran dan adaptasinya yang luas ke berbagai daerah di dunia. Menurut Rukmana R (2003) ada beberapa jenis kerbau yang ada di India, diantaranya kerbau Murrah, kerbau Surti, kerbau Nilli, kerbau Mehsana dan kerbau Nagfuri. Sedangkan di negara Indonesia ada empat jenis kerbau yang telah dikembangkan yaitu kerbau lumpur, kerbau rawa, kerbau murrah dan kerbau lokal. Dari hasil penelitian Mason (1969) Kerbau Indonesia merupakan modifikasi antara bentuk antelope dan sapi, dan digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu:
•     Anoa (Buballus depresi cornis) adalah sekelompok anoa yang terdapat di Sulawesi
•     Borneo buffalo (Buballus arneehosei) adalah jenis kerbau lumpur yang ada di Kalimantan
•     Kerbau-banteng Delhi: yaitu Kerbau sungai, terdapat di Sumatera
•     Bos arni: adalah Kerbau yang terdapat di Asia Tenggara

1.2.1. Kerbau Lumpur
Kerbau lumpur banyak ditemu di Asia Tenggara seperti Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Malaysia maupun di Indonesia. Kerbau lumpur mempunyai sifat senang berkubang dalam lumpur. Pada umumnya kerbau Lumpur merupakan tipe pekerja yang ulet, baik sebagai pengolah (membajak) sawah maupun sebagai penarik gerobak. Namun demikian kerbau lumpur juga cocok pula sebagai penghasil daging.
1.2.2. Kerbau Rawa
Kerbau rawa terdapat Di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Selawesi utara sulawesi tenggara dan Sulawesi tengah. Di Kalimantan Selatan kerbau rawa disebut dengan kerbau kalang. Kerbau Rawa mempunyai sifat yang mirip dengan kerbau Lumpur yaitu suka mandi di air.
1.2.3. Kerbau Murrah
Kerbau Murrah adalah salah satu jenis kerbau perah yang banyak diternakkan di Indonesia. Kerbau ini banyak terdapat di daerah sekitar Medan Sumatera Utara. Kerbau Murah merupakan kerbau perah yang paling penting. Ciri-ciri kerbau Murrah adalah:
•     memiliki bentuk tubuh padat
•     tubuhnya kuat, punggungnya pendek dan luas
•     leher ringan dan kepala seimbang dengan bagian tubuhnya yang padat,
•     ekornya mempunyai bulu kipas berwarna putih yang meluas sampai separuh bagian hock, 
•     tanduknya melingkar dalam bentuk spiral. Kerbau Murrah mempunyai ambing susu yang berukuran besar. 

1.2.4. Kerbau Lokal
Kerbau lokal terdapat di seluruh Indonesia. Warna tubuhnya pada umumnya hitam tetapi ada juga yang berwarna putih. Kerbau Lokal yang berwarna hitam pada umumnya digunakan untuk upacara keagamaan sedangkanyang berwarna putih umumnya digunakan sebagai ternak kerja karena disamping lebih kuat juga lebih tahan terhadap terik matahari.

Ternak Sapi Perah

1.1.3. Sapi Tipe Perah
Sapi perah adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan memproduksi air susu dalam jumlah yang cukup banyak. Sapi perah pada umumnya mempunyai bentuk tubuh bagian belakang melebar kesegala arah sehingga terdapat kebebasan untuk pertumbuhan ambing atau mempunyai bentuk trapesium. Jenis sapi perah anbtara lain:
•     Sapi Friesian holstein (FH)
•     Sapi Grati
•     Sapi Jersey
•     Sapi Sahiwal
•     Sapi Brown swiss
•     Sapi Guernsey
•     Sapi Ayrshire
•     Australian Illawara Shorthorn
•     Sapi Autralian Milking Zebu

1.1.3.1. Sapi FH
Sapi FH sangat populer sebagai sapi perah. Pertama dibawa dari pulau Fries Land barat Belanda dan sebagian dari Australia serta Selandia baru, Amerika, Kanada, dan Jepang. Warnanya putih dan hitam dan sangat disukai peternak. Sapi FH memiliki performansi yang baik sebagai penghasil daging dan susu. Distribusinya sebagian di dataran tinggi (700 m di atas permukaan laut) dengan temperatur antara 16-23º C, lembab dan basah di pulau Jawa.
Sapi Holsteins dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu putih dan hitam/merah serta produksi susunya yang tinggi. Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45 kg, berat dewasa dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 58 inchi.
Sapi dara dapat dikawinkan pada umur 15 bulan, jika berat badan sudah mencapai 400 kg, diharapkan umur pada waktu pertama kali melahirkan antara 24-27 bulan. Lama kebuntingan sekitar 9 bulan. Dengan lama produksi sekitar 6 tahun.
Produksi susunya di Amerika 8.000 liter dengan lemak 330 kg dan protein 275 kg per ekor per tahun. Di Indonesia produksi susu masih rendah, pertahun berkisar 3.000 liter.

1.1.3.2. Sapi Grati
Sapi grati merupakan hasil persilangan sapi FH dengan sapi Jawa-ongole. Sapi Grati dikembangkan di dataran rendah di daerah Grati, Jawa Timur. Populasi sapi Grati sekitar 10.000 ekor.

1.1.3.3. Sapi Jersey
Sapi Jersey berasal dari pulau Jersey di Inggris, digunakan sebagai penghasil susu. Ukuran sapi kecil berkisar 360 sampai 540 kg untuk sapi betina dan 540 sd 820 kg untuk sapi pejantan. Kandungan lemak susu pada susu sapi jersey tinggi. Jenis sapi ini belum ada di Indonesia. Warna sapi bervariasi dari abu-abu terang sampai hitam. Paha, kepala dan bahu sapi warnanya lebih gelap daripada warna tubuhnya.

1.1.3.4. Sapi Sahiwal Cross (pakan). Holstein murni
memang kurang nyaman bila Habitat asli sapi Holstein di dipaksa tinggal dan bermukim Holland memang beda di negeri kita. Kalau dipaksa, dengan kondisi Indonesia. tentu bisa bertahan hidup, Kondisi disini mencakup: karena Holstein memang iklim, fauna dan vegetasi punya daya adapatasi yang sebagai pensuplai nutrisi cukup baik.
Untuk di Indonesia, sapi perah biasanya dipelihara dengan penyediaan pakan yang tidak maksimal. Penyediaan rumput berkualitas rendah tidak cukup untuk mensuplai kebutuhan energi untuk hidup pokok. Setelah kebetuhan hidup pokok terpenuhi maka ternak baru akan menggunakan suplai energinya untuk memproduksi susu. Jadi ada korelasi yang sangat signifikan antara pakan dan poduksi susu disamping dukungan faktor genetik. Max Dowell, ahli genetik sapi perah dari Cornell menyarankan, sapi perah yang cocok dengan iklim Indonesia dengan mengawinsilangkan sapi FH dengan sapi perah daerah tropis, misalnya sapi sahiwal dari India. Kapasitas produksi Holstein silangan ini tentu tidak sebagus Holstein aslinya, tapi sapi hybreed ini kampiun dalam mempertahankan diri terhadap sengatan panas dan kelembaban yg tinggi, tahan terhadap serangan serangga dan parasit. Mikroba rumen yang hidup di dalamnya juga mampu mencerna vegetasi yang khas untuk daerah tropis, yang notabene mengandung serat kasar dan lignin yang tinggi. Ukuran tubuhnya yang lebih ramping, juga lebih pas untuk daerah tropis. Berat sapi dewasa sekitar 300-400 kg, berat lahir 18-23 kg. Produksi susu pertahun 1.800 kg, dengan lama laktasi 220 hari, dewasa kelamin pada umur 16 bulan. Contoh gambar sapi Sahiwal betina dan jantan tertera pada Gambar 25 dan 26.

Ternak Sapi Potong

1. Identifikasi Ternak
Ternak merupakan hewan yang umum telah dibudidayakan oleh masyarakat. Ditinjau dari struktur pencernakannya maka dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu ternak ruminansia dan ternak non ruminansia.
Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai sistim pencernakan pakan yang khas sehingga menyebabkan ternak tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas relatif rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu. Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan dan mikroba juga berfungsi sebagai bahan protein ternak. Kemudian dilihat berdasarkan ukuran bobot badan atau besar tubuhnya maka ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi  dua kelompok  besar yaitu ruminansia  besar  dan ruminansia kecil. Pada buku ini hanya akan dinahas ternak ruminansia besar. Ruminansia besar terdiri atas beberapa jenis atau bangsa ternak, diantaranya:

1.1. Ternak Sapi.
Sapi adalah salah satu jenis ternak yang cukup dikenal oleh masyarakat luas. Beternak sapi mempunyai beberapa manfaat dan merupakan suatu usaha yang mempunyai prospek yang cukup menjanjikan. Sapi juga merupakan ternak yang paling berperan dalam memenuhi kebutuhan sumber protein hewani.
Salah satu manfaat yang secara langsung dapat dirasakan pada kita semua adalah ternak sapi sangat bermanfaat bagi manusia sebagai sumber protein hewani yang paling besar yaitu sebagai penghasil daging dan sebagai penghasil air susu. Dengan kata lain dikatakan bahwa kebutuhan daging sapi meningkat sejajar dengan meningkatnya taraf hidup bangsa.
Sapi yang ada di dunia pada saat ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok sapi-sapi tropis dan kelompok sapi-sapi sub topis. Kelompok sapi tropis contohnya sapi Zebu, Bos sondaicus, sapi Bali dan sapi Madura. Sedangkan yang termasuk kelompok sapi sub tropis adalah sapi Aberdeen angus, sapi Hereford, sapi Shorthorn, sapi Charolais, sapi Simmental, sapi Frisien Holland, dan masih banyak lagi jenisnya. 
Sedangkan berdasarkan tujuan dari pemeliharaan maka bangsa sapi dapat dibedakan beberapa tipe yaitu:

1.1.1. Sapi Tipe Potong
Sapi tipe potong adalah sapi•sapi yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi potong pada umumnya mempunyai ciri-ciri:
•    Bentuk tubuh yang lurus dan padat
•    Dalam dan lebar,
•    Badannya berbentuk segi empat dengan semua bagian badan penuh berisi daging.

Sapi-sapi yang termasuk dalam tipe sapi potong diantaranya:            
•   Sapi Brahman
•   Sapi Ongole
•   Sapi Sumba Ongole (SO)
•   Sapi Hereford 
•   Sapi Shorthorn
•   Sapi Brangus
•   Sapi Aberden Angus
•   Sapi Santa Gartudis
•   Sapi Droughtmaster
•   Sapi Australian Commercial Cross
•   Sapi Sahiwal Cross
•   Sapi Limosin
•   Sapi Simmental
•   Sapi Peranakan Ongole

1.1.1.1. Sapi Brahman
Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, termasuk dalam Bos indicus, yang kemudian diekspor ke seluruh dunia. Jenis yang utama adalah Kankrej (Guzerat), Nelore, Gir, dan Ongole. Sapi Brahman digunakan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk besar, tanduk, telinga besar dan gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Gambar pejantan Brahman tertera pada Gambar 6. Sapi Brahman selama berabad-abad menerima kondisi kekurangan pakan, serangan serangga, parasit, penyakit dan iklim yang ekstrim.
http://www.embryoplus.com/
Gambar 6. Sapi Brahman Jantan
Di India menjadikan sapi Brahman mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi eropa karena memiliki lebih banyak kelenjar keringat, kulit berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit. 
Kharakteristik Sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa antara 800 sd 1100 kg, sedang betina 500-700 kg. berat pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompettif dengan jenis sapi lainnya. Persentase karkas 48,6 s.d 54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83•1,5 kg. Sapi Brahman mempunyai sifat pemalu dan cerdas serta dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bervariasi. Sapi ini suka menerima perlakuan halus dan dapat menjadi liar jika menerima perlakuan kasar. Konsekuensinya penaganan sapi ini harus hati-hati. Tetapi secara keseluruhan sapi Brahman mudah dikendalikan. 
Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan warnanya lebih tua dari betina dan memeliki warna gelap didaerah leher, bahu dan paha bawah.
Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat bertahan dari suhu 8•105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi susu. Sapi Brahman banyak dikawin silangkan dengan sapi eropa dan dikenal dengan Brahman Cross (BX)

1.1.1.2. Sapi Ongole
Sapi Ongole berasal dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi Andra Pradesh. Sapi ini menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia.
Karakteristik Sapi ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang lebar yang longgar dan menggantung. Badannya panjang sedangkan lehernya pendek. Kepala bagian depan lebar diantara kedua mata. Bentuk mata elip dengan bola mata dan sekitar mata berwarna hitam. Telingan agak kuat, ukuran 20-25 cm, dan agak menjatuh. Tanduknya pendek dan tumpul, tumbuh kedepan dan kebelakang. Pada pangkal tanduk tebal dan tidak ada retakan. Gambar sapi jantan tertera pada Gambar 7. Warna yang populer adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu tua, pada leher dan kaki kadang-kadang berwarna hitam. Warna ekor putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar, kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua.
Sapi ini lambat dewasa, pada umur 4 tahun mencapai dewasa penuh. Bobot sapi 600 kg pada sapi jantan dan 300-400 kg untuk sapi betina. Berat lahir 20-25 kg. persentase karkas 45-58% dengan perbandingan daging tulang 3,23 : 1.

1.1.1.3. Sumba Ongole (SO)
Sapi ongole (Bos indicus) memerankan peran yang penting dalam sejarah sapi di Indonesia. Sapi jantan Ongole dibawa dari daerah Madras, India ke pulau Jawa, Madura dan Sumba. Di Sumba dikenal dengan sapi Sumba Ongole.
Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan ongole (PO).

http://ternakonline.files.wordpress.com/2010/05/po-ongole.jpg
Gambar 7. Sapi Ongole Jantan
Sapi ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar, kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang minim. Sapi-sapi ongole asal India dimasukkan kali pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Pulau Sumba, pada awal abad ke 20, sekitar tahun 1906-1907. Dari empat jenis sapi, yang dimasukkan ke Sumba saat itu, yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, dan sapi Ongole, ternyata hanya sapi Ongole yang mampu beradaptasi dengan baik dan berkembang dengan cepat, di pulau yang panjang musim kemaraunya ini. Sekitar tujuh atau delapan tahun kemudian, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat pembibitan sapi Ongole murni. Upaya ini disertai dengan memasukkan 42 ekor sapi ongole pejantan, berikut 496 ekor sapi ongole betina serta 70 ekor anakan ongole. Dalam laporan tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur (1989) tercatat, pada tahun 1915, Pulau Sumba sudah mengekspor enam ekor bibit sapi ongole pejantan. Empat tahun kemudian, pada 1919, ekspor sapi ongole dari Pulau Sumba tercatat sebanyak 254 ekor, dan pada tahun 1929, meningkat mencapai 828 ekor. Sapi-sapi asal Sumba ini pun memiliki merek dagang, sapi Sumba Ongole (SO). Perkembangan selanjutnya, Sumba kembali ditetapkan sebagai pusat pembibitan sapi ongole murni di masa pemerintahan Presiden Soeharto, melalui Undang-Undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 6 Tahun 1967. Sapi ongole memang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terutama Sumba Timur. Selain sapi,  kekhasan lain Sumba Timur adalah padang rerumputan (sabana). Bentangan sabana kering tampak bagaikan lautan menguning. Kemarau panjang mencapai puncaknya di bulan Oktober. Kondisi alam yang menantang ini menjadi rutinitas bagi sebagian penduduk di Pulau Sumba, yang mengandalkan penghidupan mereka sebagai penggembala. Memasuki wilayah kecamatan Pandawai, Sumba Timur, misalnya terlihat kawanan sapi berkeliaran di hamparan rerumputan kering. Sumba Timur memang berpotensi mengembangkan peternakan secara ekstensif. Tidak hanya sapi, tetapi juga kuda dan kerbau, atau ternak-ternak kecil lainnya. Statistik Pertanian Sumba Timur (2003) menunjukkan, jumlah ternak sapi potong, kerbau, dan kuda di kabupaten ini mencapai 100.600 ekor. Jumlah ternak di satu kabupaten ini jauh lebih banyak dibanding jumlah ternak di Provinsi Kalimantan Timur (73.200 ekor) atau Papua (74.000 ekor). Kabupaten seluas 7.000,50 kilometer persegi ini terbagi menjadi 15 kecamatan, dan rata-rata di setiap kecamatan terdapat lebih dari 2.000 ekor ternak besar, baik sapi, kerbau, ataupun kuda. Hingga tahun 2003, di Kecamatan Pandawai tercatat terdapat lebih dari 6.000 ekor sapi, sedangkan di kecamatan Panguda Lodu menjadi kecamatan yang memiliki ternak kuda dan kerbau terbanyak, masing-masing 6.095 ekor kuda dan 5.126 ekor kerbau.

1.1.1.4. Sapi Hereford
Sapi ini turunan dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat jantan rata-rata 900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah, kecuali bagian muka, dada, perut bawah dan ekor berwarna putih. Bentuk badan membulat panjang dengan ukuran lambung besar. Sebagaian sapi bertanduk dan lainnya tidak. Contoh gambar sapi Hereford jantan tertera pada Gambar 8.
http://www.infoternak.com/wp-content/uploads/2010/01/hereford-2.jpg
Gambar 8. Sapi Hereford Jantan
 
1.1.1.5. Shorthorn
Sapi ini sama dengan Hereford yaitu dikembangkan di negara Inggris. Bobot sapi jantan 1100 kg dan sapi berina 850 kg. bulunya berbintik merah dan putih. Bentuk tubuh bagus dengan punggung lurus. Pertumbuhan ototnya kompak. Sebagian sapi bertanduk pendek, tetapi kebanyakan tidak bertanduk. Contoh gambar sapi Shorthorn jantan tertera pada Gambar 9.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgghUoCFxgHvCfbXdX_E_6k8k_frIRYOQDQT4tNajxx2_RV4qoCCZoxzTNyv-QAtOrVpgvwFc9jZsHlBw-3hTBX6yolH0V-qIC2xPKJhmv_p6FdmusAIIiPyqH8zGv-BQEOhw9foe5NwGi5/s400/shorthorn1.jpg
Gambar 9. Sapi Shorthorn Jantan

1.1.1.6. Brangus
Sapi Brangus merupakan persilangan sapi betina Brahman dan pejantan Angus. Ciri khasnya adalah warna hitam dengan tanduk kecil. Sifat Brahman yang diwarisi brangus adalah adanya punuk, tahan udara panas, tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang mutunya kurang baik. Sedangkan sapi Angus yang diturunkan produktifitas dagingnya tinggi dan persentase karkasnya tinggi. Contoh gambar sapi Brangus jantan tertera pada Gambar 10.
http://www.redbranguscattle.com/images/cardinal2.jpg
Gambar 10. Sapi Brangus Jantan

1.1.1.7. Aberden Angus
Sapi angus (Aberden Angus) berasal dari Inggris dan Skotlandia. Sapi ini tidak memiliki tanduk  umur dewasa sapi Angus adalah 2 tahun, hasil karkas tinggi, sebagai penghasil daging dan tidak digunakan untuk menghasilkan susu. Anak sapi ukurannya kecil sehingga induk tidak banyak mengalami banyak stres pada saat melahirkan pedet. Untuk memperbaiki genetik sapi angus sering di kawin silangkan dengan sapi lain, misalnya sapi Brahman. Hasil persilangan disebut Brangus (Brahman Angus). Contoh gambar sapi Angus jantan tertera pada gambar 11. Di Indonesia sapi angus di perkenalkan pada tahun 1973 dari Selandia Baru di di beberapa tempat di Jawa Tengah. Ciri sapi ini berbulu hitam legam, berukuran agak panjang, keriting dan halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang dan ototnya kompak. Sapi tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi jantan 900 kg, sedangkan betina 700 kg. persentase karkas 60%, dengan mutu daging sangat baik dan lemak menyebar dengan baik di dalam daging.
http://dompi.co.id/_dompi/_galeri/_besar/sapi-angus1.jpg
Gambar 11. Sapi Angus Jantan
1.1.1.8. Santa Gertrudis
Sapi ini persilangan dari sapi jantan Brahman dengan sapi betina Shorthorn, dikembangkan pertama kali di King Ranch Texas AS tahun 1943 dan pada tahun 1973 masuk ke Indonesia. Bobot.jantan.rata-rata.900.kg dan bobot betina.725.kg. Badan sapi besar dan padat. Seluruh tubuh dipenuhi bulu pendek dan halus serta berwarna merah kecoklatan. Punggungnya lebar dan dada berdaging tebal. Kepala lebar, dahi agak berlekuk dan mukanya lurus. Gelambir lebar berada di bawah leher dan perut. Sapi jantan berpunuk kecil dan kepalanya bertanduk. Berat sapi jantan mencapai 900 kg sedang betina 725 kg. Dibanding sapi Eropa sapi Santa Gertrudis mempunyai toleransi terhadap panas yang lebih baik dan pakan yang sederhana dan tahan gigitan caplak. Contoh gambar sapi Santa Gertudis jantan tertera pada Gambar 12.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuQxpHH3wQ1eVNI5jTyyTks1E9oITYVjZi0N_kTzJVxDGIpLioUJhHUJSydxJnjGtgCvd538sTb_88KMGPqDgeai8BxeVbPOWh0_pQ5YtxhZ7weh8GiQmPyxqPY0Kd2yLbHEXW2nxY/s320/SAPI+Santa+Gertrudis.jpg
Gambar 12. Santa Gertrudis Jantan
1.1.1.9. Droughmaster
Merupakan persilangan antara betina Brahman dengan jantan Shorthorn, dikembangkan di Australia. Banyak dijumpai di peternakan besar di Indonesia. Sifat Brahman lebih dominan, badannya besar dan otot padat. Warna bulu merah coklat muda hingga merah atau cokelat tua. Pada ambing sapi betina terdapat bercak putih. Contoh gambar sapi Droughmaster jantan tertera pada Gambar 13.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuxUOxK_o1aUWGWL7X9rk3U9eI9t1flpBult8HCpA6iqpWExUs8KnwcFPTuwit_guCwWQgK_9AnJyP1DFTu0uJ3anHjigezptMcI-mgdGzFIWJ27NmpjTBJdGdneyWF-0LEjZZwOeyY_M/s320/droughtmaster-web-1.jpg
Gambar 13. Sapi Droughmaster Jantan
1.1.1.10. Sapi ACC
Sapi Australian Commercial Cross (ACC) yang digunakan sebagai sapi bakalan pada usaha penggemukan sapi di Indonesia merupakan hasil persilangan sapi-sapi di Australia yang tidak diketahui dengan jelas asal usul maupun proporsi darahnya. Dari beberapa informasi yang telah ditelusuri, diketahui bahwa sapi ACC berasal dari peternakan sapi di Australia Utara (Northern Territory). Sapi ACC tersebut dapat berupa sapi Shorthorn Cross (SX), Brahman Cross maupun sapi hasil persilangan sapi•sapi Australia yang cenderung masih mempunyai darah Brahman (Ngadiyono, 1995).  Meskipun demikian pengamatan terhadap sapi•sapi bakalan ACC yang diimpor ke Indonesia menunjukkan bahwa secara fenotipik, karakteristik fisik sapi ACC lebih mirip sapi Hereford dan Shorthorn yakni tubuh lebih pendek dan padat, kepala besar, telinga kecil dan tidak menggantung, tidak mempunyai punuk dan
gelambir, kulit berbulu disekitar kepala, pola warna bervariasi antara warna sapi Hereford dan Shorthorn (Hafid, 1998). Menurut Australian Meat and Livestock Corporation (1991), sapi ACC merupakan campuran dari Bos Indicus (sapi Brahman) dan Bos Taurus (Sapi British, Shorthorn dan Hereford), sehingga sapi ini mempunyai karakteristik menguntungkan dari kedua bangsa tersebut, yaitu mudah beradaptasi terhadap lingkungan sub optimal seperti Brahman dan mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti sapi British. Hafid dan Hasnudi (1998) telah membuktikan bahwa sapi bakalan ACC yang kurus jika digemukkan singkat (60 hari) akan sangat menguntungkan sebab sapi ini menghasilkan pertambahan bobot badan harian ±1.61 kg/hari dengan konversi pakan 8.22 dibandingkan jika digemukkan lebih lama (90 atau 120 hari). Beattie (1990), menyatakan bahwa Northern Territory, Kimberley dan Quensland merupakan tempat pengembang an sapi ACC di Australia yang memiliki sapi•sapi Eropa antara lain Shorthorn dan Hereford serta sapi India (Zebu) yaitu sapi Brahman. Program ini telah menghasilkan beberapa
bangsa hasil persilangan seperti Santa Gertrudis, Braford, Droughmaster dan sapi-sapi persilangan lain yang masih mempunyai darah Brahman. Sapi Shorthorn berasal dari Inggris dan merupakan tipe daging dengan bobot jantan dan betina dewasa masing•masing mencapai sekitar
1.000 kg dan 750 kg (Pane, 1986). Sifat yang menonjol yaitu temperamen yang baik dan pertumbuhan yang cepat pada pemeliharaan secara feedlot (Blakely dan Bade, 1992). Sapi Shorthorn dimasukkan ke Australia pada abad ke 19. Kemudian di CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton disilangkan dengan sapi Hereford dan menghasilkan sapi Hereford Shorthorn (HS) dengan proporsi darah 50% Hereford dan 50% Shorthorn (Turner, 1977; Vercoe dan Frisch, 1980).

1.1.1.11. Sapi Brahman Cross
Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Menurut Turner (1977) sapi Brahman Cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar menggantung. Sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya. Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: persentase kelahiran 81.2%,
(2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5.2%, mortalitas sebelum disapih 4.4%,
mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% dan mortalitas dewasa sebesar 0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford Shorthorn (Turner, 1977). Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik Quensland secara normal performansnya di bawah bangsa sapi eropa. Pada lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup finishing yang sama produksi karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibandingkan sapi Shorthorn dan BX. kadar lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn. Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan:
•  persentase beranak 40.91%,
• calf crop 42.54%,
• mortalitas pedet 5.93%,
• mortalitas induk 2.92%,
• bobot sapih umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg (betina),
• pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto, 1984; Ditjen Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
Sebagian besar sapi di Australia merupakan sapi American Brahman dan Santa Gertrudis yang di impor dari Amerika. Persilangan antara kedua bangsa sapi ini dengan sapi Zebu menghasilkan bangsa sapi yang sama dengan sapi American Brahman dan Santa Gertrudis yakni Brangus dan Braford. Persilangan lebih lanjut menghasilkan sapi Droughtmaster yang merupakan hasil persilangan dengan komposisi darah 3/8•5/8 darah Zebu utamanya American Brahman yang di impor dari Texas (Payne, 1970). Sementara sapi Brangus mempunyai komposisi darah 5/8 Angus dan 3/8 Brahman (Minish dan Fox, 1979). Contoh gambar sapi BX tertera pada Gambar 14.
http://www.sapronak.com/image-product/img46.jpg
Gambar 14. Sapi BX
1.1.1.12. Sapi Limousin
Sapi Limousine merupakan keturunan sapi eropa yang berkembang di Perancis. Tingkat pertambahan .badan .yang. cepat.perharinya 1,1.kg. contoh sapi Limousine tertera pada gambar 15. Ukuran tubuhnya besar dan panjang serta dadanya besar dan berdaging tebal. Bulunya berwarna merah mulus. Sorot matanya tajam, kaki tegap dengan warna pada bagian lutut kebawah berwarna terang. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak melengkung. Bobot sapi jantan 850 kg dan betina 650 kg.
http://www.infoternak.com/wp-content/uploads/2009/12/limousin-3.jpg
Gambar 15. Sapi Limousin
1.1.1.13. Sapi Simmental
Sapi simental berasal dari Swiss, dipublikasikan pertama kali pada tahun 1806. Pemanfaatan sapi Simental untuk produksi susu, mentega (butter), keju dan daging serta dimanfaatkan untuk hewan penarik beban. Pada awal 1785 parlemen Swiss membatasi ekpor sapi Simental karena mereka kekurangan sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sapi disebar pada 6 benua. Jumlah sapi Simental diperkirakan sekitar 60 juta ekor.
Pada tahun 1990 bulu sapi Simental berwarna kuning, merah dan putih. Pada dewasa ini kebanyakan berwarna hitam. Peternak berkeyakinan sapi hitam mempunyai harga yang lebih baik.
Sapi Simental adalah jenis sapi jinak dan mudah untuk dikelola, dan dikenal dengan pola daging yang ekstrim. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga dangkal, tetapi akhir-akhir ini ukuran sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 sd 1400 kg, sedang betina 600-850 kg. masa produktif sapi betina antara 10-12 tahun.
Sapi Simental dikembangkan Indonesia tahun 1985 melalui semen beku yang dikawinkan dengan sapi PO. Anak sapi yang berumur 2 bulan pertumbuhannya pesat sekali. Sapi berumur 23 bulan dapat mencapai bobot 800 kg dan pada umur 2,5 tahun mencapai 1.100 kg. Di Jawa sapi Simental
dikawinkan dengan sapi Friesian Holstein, untuk mendapatkan sapi yang performasinya lebih baik.
Perkawinannya dilakukan dengan cara IB, dimana semen yang di pilih sudah diketahui jenis kelaminnya. Anak simental yang dikehendaki adalah yang jantan, karena jika betina produksi susunya dan dagingnya kurang baik contoh gambar sapi Simental betina dan jantan tertera pada Gambar 16 dan 17.
http://yunika.web.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/04/simental.jpg
Gambar 16. Sapi Simmental
1.1.1.14. Sapi PO
Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan persilangan antara sapi Ongole dengan sapi-sapi lokal yg ada di Jawa dan Sumatera. Ponok dan gelambir kelihatannya kecil atau tidak ada sama sekali.
Warna bulu sangat bervariasi, tetapi pada umumnya berwarna putih atau putih keabu-abuan. Banyak terdapat di pulau Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Contoh gambar sapi PO tertera pada Gambar 18
http://ternakonline.files.wordpress.com/2010/05/po-ongole.jpg
Gambar 18. Sapi Peranakan Ongole
 
1.1.2. Sapi Tipe Pekerja
Sapi-sapi yang di masukkan dalam kelompok sapi tipe pekerja pada umumnya mempunyai tubuh yang besar, perototannya kuat, tulangnya kuat dan besar serta tidak ada pelekatan lemak dibawah kulit. Mempunyai kulit kuat dan tahan terhadap berbagai cuaca. Sapi-sapi asli dari Indonesia pada umumnya termasuk dalam kelompok sapi tipe pekerja, sebagai contoh sapi bali, sapi madura dan sapi grati.

1.1.2.1. Sapi Bali
Ditinjau dari sistematika ternak, sapi Bali masuk familia Bovidae, Genus bos dan Sub-Genus Bovine. yang termasuk dalam sub-genus tersebut adalah; Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus, sedang Williamson dan Payne menyatakan bahwa sapi Bali (Bos-Bibos Banteng) yang spesies liarnya adalah banteng termasuk Famili bovidae, Genus bos dan sub-genus bibos. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testis. Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia, yang didomestikasi dari spesies banteng (Bibos Banteng). Contoh gambar Banteng liar tertera pada Gambar 19. Tujuan utama pemeliharaan digunakan sebagai penghasil daging, kerja penarik bajak, dan kultur sosial lainnya. Sampai saat ini telah di distribusikan pada 22 propinsi. Warna sapi jantan adalah merah kecoklatan, dengan warna putih pada sekitas pantat. Sedangkan sapi betina kuning kemerah•merahan sampai coklat dengan warna putih pada sekitas pantan dan paha. Bentuk tanduk pada sapi jantan berbentuk U. Di Sulawesi selatan sapi bali dikawinkan dengan sapi ongole, tetapi darah sapi bali masih dominan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwKKAZTYeVR7g0ObmnQjZuE28LKFabx7m5PY1yF7R9nn7OXuqRktMrrAocJzmkLUWLEpxlk6kVjV7KfZW88phLom8AA_FuRNhsy6GlVq5ULu7F35yX9wko7_TjhJ8tm9QhnyImu3g0ujGR/s320/Banteng+(Bull).JPG
Gambar 19. Banteng Liar

Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling edial disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula•mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar.
Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya sedikit mengarah kebawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam. Contoh gambar sapi Bali tertera pada Gambar 20 dan 21. Saat ini penyebaran sapi Bali telah meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, konsentrasi sapi Bali terbesar adalah di Sulawesi Selatan, Pulau Timor, Bali dan Lombok. Pane (1989) menyatakan bahwa jumlah sapi Bali di Sulawesi Selatan dan Pulau Timor telah jauh melampaui populasi sapi Bali ditempat asalnya (Pulau Bali). Pada tahun 1991 ditaksir jumlah sapi Bali di Indonesia sekitar 3,2 juta, dengan jumlah terbanyak di Sulawesi Selatan (1,8 juta ekor), Nusa Tenggara Timur (625 ekor) dan Pulau Bali (456 ekor) (Hardjosubroto, 1994.)
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran waktu tertentu (Hardjosubroto, 1994), dan Seiffert (1978) menyatakan bahwa fungsi dari tingkat reproduksi produktivitas sapi potong dan pertumbuhan. biasanya dinyatakan sebagai Wodzicka Tomas zewska et al. (1988) menyatakan bahwa aspek produksi seekor ternak tidak dapat dipisahkan dari reproduksi ternak yang bersangkutan, dapat dikatakan bahwa tanpa berlangsungnya reproduksi tidak akan terjadi produksi. Dijelaskan pula bahwa tingkat dan efesiensi produksi ternak dibatasi oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya. Dalton (1987) menyatakan bahwa produktivitas ternak merupakan hasil pengaruh genetik dan lingkungan terhadap komponen produktivitas.
Selanjutnya Warwick dan Lagetes (1979) menyatakan bahwa performansi seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh komulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak bersangkutan sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak diukur dan diobservasi. Hardjosubroto (1994) dan Astuti (1999) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin panampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik. Trikesowo et al. (1993) menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot  badan.  Tabel  6  menunjukkan persentase kematian beberapa Indonesia.  dan sapi  rataan kelahiran, calf crop potong di Indonesia.
Tabel 6. Rataan Persentase Kelahiran, Kematian dan Calf Crop beberapa Sapi Potong di Indonesia
Bangsa  Kelahiran  Kematian  Calf crop 
Brahman  50,71  10,35  48,80 
Brahman cross  47,76  5,58  45,87 
Ongole Lokal cross Bali  51,04 62,47 52,15  4,13 1,62 2,64  48,53 62,02 51,40 
Sumber: Januar(1985)

Astuti et al. (1983) dan Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas ternak potong di Indonesia masih tergolong rendah dibanding dengan produktivitas dari ternak sapi di negara-negara yang telah maju dalam bidang peternakannya, namun demikian Vercoe dan Frisch (1980); Djanuar (1985); Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas sapi daging dapat ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya dan dalam praktek adalah kombinasi antara kedua alternatif diatas.

1.1.2.2. Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan sapi Bali (Bibos banteng), sapi Ongole (Bos indicus) dan sapi Jawa (bos javanicus). Warna sapi merah kecoklatan tanpa warna putih di pantat. Keseragaman jenis sapi telah dikembangkan oleh orang madura. Secara umum tubuh kecil dan berkaki pendek. Sapi jantan mempunyai punuk yang berkembang baik dan jelas, sedangkan sapi betina tidak berpunuk.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ9UdMosk5k-o4FalhLLkXml5N0HzmsvlH6Mk3F_6uVLW1RDA12GS8o9ASrLNDQ2lz1uNS0zJHrYOmTyq6nUoMcR_uaUsDWlN3egTCwykzmqzqjG8BEU6iDARmxN4ETv9twBbA71LfSKQ/s400/sapi.jpg
Gambar 22. Sapi Madura
Pada kepala terdapat tanduk kecil, melengkung ke depan dan melingkar seperti bulan sabit. Bobot sapi jantan 300 kg dan sapi betina 250 kg. berat pedet pada waktu lahir 12-18 kg. umur dewasa kelamin 20-24 bulan. Pertambahan berat badan 0,25-0,6 kg per hari. Persentase karkas 48-63% dan perbandingan daging tulang adalah 5,84 :1. Sapi Madura banyak digunakan untuk lomba pacuan sapi yang dikenal dengan karapan sapi. Contoh gambar Sapi Madura untuk karapan sapi tertera pada Gambar 22.

Rabu, 17 Oktober 2012

UJI ASAM


UJI ASAM

PROSEDUR
  • Timbang sampel 10 gram dan masukan kedalam elemeyer 100 ml
  •  Ditambahkan 10 ml aquades
  •  Tambahkan 2 tetes pelarut PP
  •  Titrasi dg NaOH
  •  Hitung berapa ml hingga sampel berwarna ping

                  Batas titrasi (ml) x 0,1212 x 9
Uji asam = ————————————
                                 Berat sampel

Ø Alat
o Buret 100 ml
o Neraca 
o Erlenmeyer 100 mL
o Pipet volume 50 mL

Ø Bahan
o Sample kering(10 gr )
o Aquades
o Larutan PP
o NaOH

 



KADAR AIR


KADAR AIR
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air darisuatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metodekimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance / NMR).Pada praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode pengeringan dengan oven biasa dan metode destilasi.
% Kadar air (wb) pada metode oven dapat diperoleh dengan cara: Wet basis

% kadar air = Wsample – ( W akhir – W cawan ) x 100 %
                      ――————————————
                                    W Sample
Dan untuk metode destilasi dapat menggunakan perhitungan :
% Kadar air = V air yang tertampung x 100 %
                        ————————————
                                        W sample




Ø Alat

a)      Timbangan
b)      Deksikator
c)      Oven
d)     Cawan petri


Ø Bahan
a) sampel kering ( 5 gram )





PROSEDUR
  • Timbang cawan 
  •   Masukan sampel 5 gr kedalam cawan yg telah di ketahui bobotnya
  •    Masukan kedalam oven ± 3 jam dengan suhu 105˚ C

Metode oven memiliki beberapa kekurangan, yaitu bahan lain ikut menguap, terjadi penguraian karbohidrat menghasilkan air yang ikut terhitung,ada air yang terikat kuat pada bahan yang tidak terhitung. Berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampeltelah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikatkuat dalam sampel, setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam sampel.