1. Identifikasi Ternak
Ternak merupakan hewan yang umum telah dibudidayakan oleh masyarakat.
Ditinjau dari struktur pencernakannya maka dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu ternak ruminansia dan ternak non ruminansia.
Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai
struktur pencernakan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum
dan abomasum. Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah
ternak yang mempunyai sistim pencernakan pakan yang khas sehingga
menyebabkan ternak tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas
relatif rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu.
Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan
ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan dan mikroba
juga berfungsi sebagai bahan protein ternak. Kemudian dilihat
berdasarkan ukuran bobot badan atau besar tubuhnya maka ternak
ruminansia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu
ruminansia besar dan ruminansia kecil. Pada buku ini hanya akan
dinahas ternak ruminansia besar. Ruminansia besar terdiri atas beberapa
jenis atau bangsa ternak, diantaranya:
1.1. Ternak Sapi.
Sapi adalah salah satu jenis ternak yang cukup dikenal oleh masyarakat
luas. Beternak sapi mempunyai beberapa manfaat dan merupakan suatu usaha
yang mempunyai prospek yang cukup menjanjikan. Sapi juga merupakan
ternak yang paling berperan dalam memenuhi kebutuhan sumber protein
hewani.
Salah satu manfaat yang secara langsung dapat dirasakan pada kita semua
adalah ternak sapi sangat bermanfaat bagi manusia sebagai sumber protein
hewani yang paling besar yaitu sebagai penghasil daging dan sebagai
penghasil air susu. Dengan kata lain dikatakan bahwa kebutuhan daging
sapi meningkat sejajar dengan meningkatnya taraf hidup bangsa.
Sapi yang ada di dunia pada saat ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar yaitu kelompok sapi-sapi tropis dan kelompok sapi-sapi
sub topis. Kelompok sapi tropis contohnya sapi Zebu, Bos sondaicus, sapi
Bali dan sapi Madura. Sedangkan yang termasuk kelompok sapi sub tropis
adalah sapi Aberdeen angus, sapi Hereford, sapi Shorthorn, sapi
Charolais, sapi Simmental, sapi Frisien Holland, dan masih banyak lagi
jenisnya.
Sedangkan berdasarkan tujuan dari pemeliharaan maka bangsa sapi dapat dibedakan beberapa tipe yaitu:
1.1.1. Sapi Tipe Potong
Sapi tipe potong adalah sapi•sapi yang mempunyai kemampuan untuk
memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan
komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu.
Sapi potong pada umumnya mempunyai ciri-ciri:
• Bentuk tubuh yang lurus dan padat
• Dalam dan lebar,
• Badannya berbentuk segi empat dengan semua bagian badan penuh berisi daging.
Sapi-sapi yang termasuk dalam tipe sapi potong diantaranya:
• Sapi Brahman
• Sapi Ongole
• Sapi Sumba Ongole (SO)
• Sapi Hereford
• Sapi Shorthorn
• Sapi Brangus
• Sapi Aberden Angus
• Sapi Santa Gartudis
• Sapi Droughtmaster
• Sapi Australian Commercial Cross
• Sapi Sahiwal Cross
• Sapi Limosin
• Sapi Simmental
• Sapi Peranakan Ongole
1.1.1.1. Sapi Brahman
Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, termasuk dalam Bos
indicus, yang kemudian diekspor ke seluruh dunia. Jenis yang utama
adalah Kankrej (Guzerat), Nelore, Gir, dan Ongole. Sapi Brahman
digunakan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai
punuk besar, tanduk, telinga besar dan gelambir yang memanjang
berlipat-lipat dari kepala ke dada. Gambar pejantan Brahman tertera pada
Gambar 6. Sapi Brahman selama berabad-abad menerima kondisi kekurangan
pakan, serangan serangga, parasit, penyakit dan iklim yang ekstrim.
Gambar 6. Sapi Brahman Jantan
Di India menjadikan sapi Brahman mampu beradaptasi dengan berbagai
lingkungan. Daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi eropa
karena memiliki lebih banyak kelenjar keringat, kulit berminyak di
seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit.
Kharakteristik Sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa
antara 800 sd 1100 kg, sedang betina 500-700 kg. berat pedet yang baru
lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih
kompettif dengan jenis sapi lainnya. Persentase karkas 48,6 s.d 54,2%,
dan pertambahan berat harian 0,83•1,5 kg. Sapi Brahman mempunyai sifat
pemalu dan cerdas serta dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang
bervariasi. Sapi ini suka menerima perlakuan halus dan dapat menjadi
liar jika menerima perlakuan kasar. Konsekuensinya penaganan sapi ini
harus hati-hati. Tetapi secara keseluruhan sapi Brahman mudah
dikendalikan.
Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam.
Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan warnanya lebih
tua dari betina dan memeliki warna gelap didaerah leher, bahu dan paha
bawah.
Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat
bertahan dari suhu 8•105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi
susu. Sapi Brahman banyak dikawin silangkan dengan sapi eropa dan
dikenal dengan Brahman Cross (BX)
1.1.1.2. Sapi Ongole
Sapi Ongole berasal dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi
Andra Pradesh. Sapi ini menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia.
Karakteristik Sapi ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang,
dengan gelambir yang lebar yang longgar dan menggantung. Badannya
panjang sedangkan lehernya pendek. Kepala bagian depan lebar diantara
kedua mata. Bentuk mata elip dengan bola mata dan sekitar mata berwarna
hitam. Telingan agak kuat, ukuran 20-25 cm, dan agak menjatuh. Tanduknya
pendek dan tumpul, tumbuh kedepan dan kebelakang. Pada pangkal tanduk
tebal dan tidak ada retakan. Gambar sapi jantan tertera pada Gambar 7.
Warna yang populer adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya berwarna abu
tua, pada leher dan kaki kadang-kadang berwarna hitam. Warna ekor
putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar, kuku berwarna cerah
dan badan berwarna abu tua.
Sapi ini lambat dewasa, pada umur 4 tahun mencapai dewasa penuh. Bobot
sapi 600 kg pada sapi jantan dan 300-400 kg untuk sapi betina. Berat
lahir 20-25 kg. persentase karkas 45-58% dengan perbandingan daging
tulang 3,23 : 1.
1.1.1.3. Sumba Ongole (SO)
Sapi ongole (Bos indicus) memerankan peran yang penting dalam
sejarah sapi di Indonesia. Sapi jantan Ongole dibawa dari daerah Madras,
India ke pulau Jawa, Madura dan Sumba. Di Sumba dikenal dengan sapi
Sumba Ongole.
Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan ongole (PO).
Gambar 7. Sapi Ongole Jantan
Sapi ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar,
kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu
beradaptasi dengan kondisi yang minim. Sapi-sapi ongole asal India
dimasukkan kali pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Pulau Sumba,
pada awal abad ke 20, sekitar tahun 1906-1907. Dari empat jenis sapi,
yang dimasukkan ke Sumba saat itu, yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi
Jawa, dan sapi Ongole, ternyata hanya sapi Ongole yang mampu beradaptasi
dengan baik dan berkembang dengan cepat, di pulau yang panjang musim
kemaraunya ini. Sekitar tujuh atau delapan tahun kemudian, pada tahun
1914, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat
pembibitan sapi Ongole murni. Upaya ini disertai dengan memasukkan 42
ekor sapi ongole pejantan, berikut 496 ekor sapi ongole betina serta 70
ekor anakan ongole. Dalam laporan tahunan Dinas Peternakan Kabupaten
Sumba Timur (1989) tercatat, pada tahun 1915, Pulau Sumba sudah
mengekspor enam ekor bibit sapi ongole pejantan. Empat tahun kemudian,
pada 1919, ekspor sapi ongole dari Pulau Sumba tercatat sebanyak 254
ekor, dan pada tahun 1929, meningkat mencapai 828 ekor. Sapi-sapi asal
Sumba ini pun memiliki merek dagang, sapi Sumba Ongole (SO).
Perkembangan selanjutnya, Sumba kembali ditetapkan sebagai pusat
pembibitan sapi ongole murni di masa pemerintahan Presiden Soeharto,
melalui Undang-Undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 6 Tahun
1967. Sapi ongole memang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terutama Sumba
Timur. Selain sapi, kekhasan lain Sumba Timur adalah padang rerumputan
(sabana). Bentangan sabana kering tampak bagaikan lautan menguning.
Kemarau panjang mencapai puncaknya di bulan Oktober. Kondisi alam yang
menantang ini menjadi rutinitas bagi sebagian penduduk di Pulau Sumba,
yang mengandalkan penghidupan mereka sebagai penggembala. Memasuki
wilayah kecamatan Pandawai, Sumba Timur, misalnya terlihat kawanan sapi
berkeliaran di hamparan rerumputan kering. Sumba Timur memang berpotensi
mengembangkan peternakan secara ekstensif. Tidak hanya sapi, tetapi
juga kuda dan kerbau, atau ternak-ternak kecil lainnya. Statistik
Pertanian Sumba Timur (2003) menunjukkan, jumlah ternak sapi potong,
kerbau, dan kuda di kabupaten ini mencapai 100.600 ekor. Jumlah ternak
di satu kabupaten ini jauh lebih banyak dibanding jumlah ternak di
Provinsi Kalimantan Timur (73.200 ekor) atau Papua (74.000 ekor).
Kabupaten seluas 7.000,50 kilometer persegi ini terbagi menjadi 15
kecamatan, dan rata-rata di setiap kecamatan terdapat lebih dari 2.000
ekor ternak besar, baik sapi, kerbau, ataupun kuda. Hingga tahun 2003,
di Kecamatan Pandawai tercatat terdapat lebih dari 6.000 ekor sapi,
sedangkan di kecamatan Panguda Lodu menjadi kecamatan yang memiliki
ternak kuda dan kerbau terbanyak, masing-masing 6.095 ekor kuda dan
5.126 ekor kerbau.
1.1.1.4. Sapi Hereford
Sapi ini turunan dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat
jantan rata-rata 900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah,
kecuali bagian muka, dada, perut bawah dan ekor berwarna putih. Bentuk
badan membulat panjang dengan ukuran lambung besar. Sebagaian sapi
bertanduk dan lainnya tidak. Contoh gambar sapi Hereford jantan tertera
pada Gambar 8.
Gambar 8. Sapi Hereford Jantan
1.1.1.5. Shorthorn
Sapi ini sama dengan Hereford yaitu dikembangkan di negara Inggris.
Bobot sapi jantan 1100 kg dan sapi berina 850 kg. bulunya berbintik
merah dan putih. Bentuk tubuh bagus dengan punggung lurus. Pertumbuhan
ototnya kompak. Sebagian sapi bertanduk pendek, tetapi kebanyakan tidak
bertanduk. Contoh gambar sapi Shorthorn jantan tertera pada Gambar 9.
Gambar 9. Sapi Shorthorn Jantan
1.1.1.6. Brangus
Sapi Brangus merupakan persilangan sapi betina Brahman dan pejantan
Angus. Ciri khasnya adalah warna hitam dengan tanduk kecil. Sifat
Brahman yang diwarisi brangus adalah adanya punuk, tahan udara panas,
tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang
mutunya kurang baik. Sedangkan sapi Angus yang diturunkan produktifitas
dagingnya tinggi dan persentase karkasnya tinggi. Contoh gambar sapi
Brangus jantan tertera pada Gambar 10.
Gambar 10. Sapi Brangus Jantan
1.1.1.7. Aberden Angus
Sapi angus (Aberden Angus) berasal dari Inggris dan Skotlandia. Sapi ini
tidak memiliki tanduk umur dewasa sapi Angus adalah 2 tahun, hasil
karkas tinggi, sebagai penghasil daging dan tidak digunakan untuk
menghasilkan susu. Anak sapi ukurannya kecil sehingga induk tidak banyak
mengalami banyak stres pada saat melahirkan pedet. Untuk memperbaiki
genetik sapi angus sering di kawin silangkan dengan sapi lain, misalnya
sapi Brahman. Hasil persilangan disebut Brangus (Brahman Angus). Contoh
gambar sapi Angus jantan tertera pada gambar 11. Di Indonesia sapi angus
di perkenalkan pada tahun 1973 dari Selandia Baru di di beberapa tempat
di Jawa Tengah. Ciri sapi ini berbulu hitam legam, berukuran agak
panjang, keriting dan halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang dan
ototnya kompak. Sapi tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi
jantan 900 kg, sedangkan betina 700 kg. persentase karkas 60%, dengan
mutu daging sangat baik dan lemak menyebar dengan baik di dalam daging.
Gambar 11. Sapi Angus Jantan
1.1.1.8. Santa Gertrudis
Sapi ini persilangan dari sapi jantan Brahman dengan sapi betina
Shorthorn, dikembangkan pertama kali di King Ranch Texas AS tahun 1943
dan pada tahun 1973 masuk ke Indonesia. Bobot.jantan.rata-rata.900.kg
dan bobot betina.725.kg. Badan sapi besar dan padat. Seluruh tubuh
dipenuhi bulu pendek dan halus serta berwarna merah kecoklatan.
Punggungnya lebar dan dada berdaging tebal. Kepala lebar, dahi agak
berlekuk dan mukanya lurus. Gelambir lebar berada di bawah leher dan
perut. Sapi jantan berpunuk kecil dan kepalanya bertanduk. Berat sapi
jantan mencapai 900 kg sedang betina 725 kg. Dibanding sapi Eropa sapi
Santa Gertrudis mempunyai toleransi terhadap panas yang lebih baik dan
pakan yang sederhana dan tahan gigitan caplak. Contoh gambar sapi Santa
Gertudis jantan tertera pada Gambar 12.
Gambar 12. Santa Gertrudis Jantan
1.1.1.9. Droughmaster
Merupakan persilangan antara betina Brahman dengan jantan Shorthorn,
dikembangkan di Australia. Banyak dijumpai di peternakan besar di
Indonesia. Sifat Brahman lebih dominan, badannya besar dan otot padat.
Warna bulu merah coklat muda hingga merah atau cokelat tua. Pada ambing
sapi betina terdapat bercak putih. Contoh gambar sapi Droughmaster
jantan tertera pada Gambar 13.
Gambar 13. Sapi Droughmaster Jantan
1.1.1.10. Sapi ACC
Sapi Australian Commercial Cross (ACC) yang digunakan sebagai sapi
bakalan pada usaha penggemukan sapi di Indonesia merupakan hasil
persilangan sapi-sapi di Australia yang tidak diketahui dengan jelas
asal usul maupun proporsi darahnya. Dari beberapa informasi yang telah
ditelusuri, diketahui bahwa sapi ACC berasal dari peternakan sapi di
Australia Utara (Northern Territory). Sapi ACC tersebut dapat berupa
sapi Shorthorn Cross (SX), Brahman Cross maupun sapi hasil persilangan
sapi•sapi Australia yang cenderung masih mempunyai darah Brahman
(Ngadiyono, 1995). Meskipun demikian pengamatan terhadap sapi•sapi
bakalan ACC yang diimpor ke Indonesia menunjukkan bahwa secara
fenotipik, karakteristik fisik sapi ACC lebih mirip sapi Hereford dan
Shorthorn yakni tubuh lebih pendek dan padat, kepala besar, telinga
kecil dan tidak menggantung, tidak mempunyai punuk dan
gelambir, kulit berbulu disekitar kepala, pola warna bervariasi antara
warna sapi Hereford dan Shorthorn (Hafid, 1998). Menurut Australian Meat
and Livestock Corporation (1991), sapi ACC merupakan campuran dari Bos
Indicus (sapi Brahman) dan Bos Taurus (Sapi British, Shorthorn dan
Hereford), sehingga sapi ini mempunyai karakteristik menguntungkan dari
kedua bangsa tersebut, yaitu mudah beradaptasi terhadap lingkungan sub
optimal seperti Brahman dan mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti
sapi British. Hafid dan Hasnudi (1998) telah membuktikan bahwa sapi
bakalan ACC yang kurus jika digemukkan singkat (60 hari) akan sangat
menguntungkan sebab sapi ini menghasilkan pertambahan bobot badan harian
±1.61 kg/hari dengan konversi pakan 8.22 dibandingkan jika digemukkan
lebih lama (90 atau 120 hari). Beattie (1990), menyatakan bahwa Northern
Territory, Kimberley dan Quensland merupakan tempat pengembang an sapi
ACC di Australia yang memiliki sapi•sapi Eropa antara lain Shorthorn dan
Hereford serta sapi India (Zebu) yaitu sapi Brahman. Program ini telah
menghasilkan beberapa
bangsa hasil persilangan seperti Santa Gertrudis, Braford, Droughmaster
dan sapi-sapi persilangan lain yang masih mempunyai darah Brahman. Sapi
Shorthorn berasal dari Inggris dan merupakan tipe daging dengan bobot
jantan dan betina dewasa masing•masing mencapai sekitar
1.000 kg dan 750 kg (Pane, 1986). Sifat yang menonjol yaitu temperamen
yang baik dan pertumbuhan yang cepat pada pemeliharaan secara feedlot
(Blakely dan Bade, 1992). Sapi Shorthorn dimasukkan ke Australia pada
abad ke 19. Kemudian di CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di
Rockhampton disilangkan dengan sapi Hereford dan menghasilkan sapi
Hereford Shorthorn (HS) dengan proporsi darah 50% Hereford dan 50%
Shorthorn (Turner, 1977; Vercoe dan Frisch, 1980).
1.1.1.11. Sapi Brahman Cross
Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara
komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan
sapi Hereford Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal
dengan nama Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena
tahan terhadap suhu panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap
makanan jelek serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi.
Menurut Turner (1977) sapi Brahman Cross (BX) pada awalnya dikembangkan
di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton
Australia. Materi dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford dan
Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah
Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif sapi BX
lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya
yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk
kepala dan telinga besar menggantung. Sedangkan pola warna kulit sangat
bervariasi mewarisi tetuanya. Sapi Brahman Cross (BX) memiliki
sifat-sifat seperti: persentase kelahiran 81.2%,
(2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg dan
umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal
sampai umur 7 hari sebesar 5.2%, mortalitas sebelum disapih 4.4%,
mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% dan mortalitas
dewasa sebesar 0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena
produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5)
ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi
penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford
Shorthorn (Turner, 1977). Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri
sapi BX di daerah tropik Quensland secara normal performansnya di bawah
bangsa sapi eropa. Pada lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford
lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Lebih lanjut
dijelaskan, pada bobot hidup finishing yang sama produksi karkas sapi BX
lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas
(dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn
terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi
Hereford lebih rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan
sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih
tinggi dibandingkan sapi Shorthorn dan BX. kadar lemak bervariasi mulai
dari 4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada
Shorthorn. Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun
1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia.
Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan:
• persentase beranak 40.91%,
• calf crop 42.54%,
• mortalitas pedet 5.93%,
• mortalitas induk 2.92%,
• bobot sapih umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg (betina),
• pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto, 1984; Ditjen Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
Sebagian besar sapi di Australia merupakan sapi American Brahman dan
Santa Gertrudis yang di impor dari Amerika. Persilangan antara kedua
bangsa sapi ini dengan sapi Zebu menghasilkan bangsa sapi yang sama
dengan sapi American Brahman dan Santa Gertrudis yakni Brangus dan
Braford. Persilangan lebih lanjut menghasilkan sapi Droughtmaster yang
merupakan hasil persilangan dengan komposisi darah 3/8•5/8 darah Zebu
utamanya American Brahman yang di impor dari Texas (Payne, 1970).
Sementara sapi Brangus mempunyai komposisi darah 5/8 Angus dan 3/8
Brahman (Minish dan Fox, 1979). Contoh gambar sapi BX tertera pada
Gambar 14.
Gambar 14. Sapi BX
1.1.1.12. Sapi Limousin
Sapi Limousine merupakan keturunan sapi eropa yang berkembang di
Perancis. Tingkat pertambahan .badan .yang. cepat.perharinya 1,1.kg.
contoh sapi Limousine tertera pada gambar 15. Ukuran tubuhnya besar dan
panjang serta dadanya besar dan berdaging tebal. Bulunya berwarna merah
mulus. Sorot matanya tajam, kaki tegap dengan warna pada bagian lutut
kebawah berwarna terang. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak
melengkung. Bobot sapi jantan 850 kg dan betina 650 kg.
Gambar 15. Sapi Limousin
1.1.1.13. Sapi Simmental
Sapi simental berasal dari Swiss, dipublikasikan pertama kali pada tahun
1806. Pemanfaatan sapi Simental untuk produksi susu, mentega (butter),
keju dan daging serta dimanfaatkan untuk hewan penarik beban. Pada awal
1785 parlemen Swiss membatasi ekpor sapi Simental karena mereka
kekurangan sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sapi
disebar pada 6 benua. Jumlah sapi Simental diperkirakan sekitar 60 juta
ekor.
Pada tahun 1990 bulu sapi Simental berwarna kuning, merah dan putih.
Pada dewasa ini kebanyakan berwarna hitam. Peternak berkeyakinan sapi
hitam mempunyai harga yang lebih baik.
Sapi Simental adalah jenis sapi jinak dan mudah untuk dikelola, dan
dikenal dengan pola daging yang ekstrim. Sapi yang asli badannya besar
dengan tulang iga dangkal, tetapi akhir-akhir ini ukuran sedang lebih
disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 sd 1400 kg, sedang betina 600-850
kg. masa produktif sapi betina antara 10-12 tahun.
Sapi Simental dikembangkan Indonesia tahun 1985 melalui semen beku yang
dikawinkan dengan sapi PO. Anak sapi yang berumur 2 bulan pertumbuhannya
pesat sekali. Sapi berumur 23 bulan dapat mencapai bobot 800 kg dan
pada umur 2,5 tahun mencapai 1.100 kg. Di Jawa sapi Simental
dikawinkan dengan sapi Friesian Holstein, untuk mendapatkan sapi yang performasinya lebih baik.
Perkawinannya dilakukan dengan cara IB, dimana semen yang di pilih sudah
diketahui jenis kelaminnya. Anak simental yang dikehendaki adalah yang
jantan, karena jika betina produksi susunya dan dagingnya kurang baik
contoh gambar sapi Simental betina dan jantan tertera pada Gambar 16 dan
17.
Gambar 16. Sapi Simmental
1.1.1.14. Sapi PO
Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan persilangan antara sapi Ongole
dengan sapi-sapi lokal yg ada di Jawa dan Sumatera. Ponok dan gelambir
kelihatannya kecil atau tidak ada sama sekali.
Warna bulu sangat bervariasi, tetapi pada umumnya berwarna putih atau
putih keabu-abuan. Banyak terdapat di pulau Jawa terutama Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Contoh gambar sapi PO tertera pada Gambar 18
Gambar 18. Sapi Peranakan Ongole
1.1.2. Sapi Tipe Pekerja
Sapi-sapi yang di masukkan dalam kelompok sapi tipe pekerja pada umumnya
mempunyai tubuh yang besar, perototannya kuat, tulangnya kuat dan besar
serta tidak ada pelekatan lemak dibawah kulit. Mempunyai kulit kuat dan
tahan terhadap berbagai cuaca. Sapi-sapi asli dari Indonesia pada
umumnya termasuk dalam kelompok sapi tipe pekerja, sebagai contoh sapi
bali, sapi madura dan sapi grati.
1.1.2.1. Sapi Bali
Ditinjau dari sistematika ternak, sapi Bali masuk familia Bovidae, Genus
bos dan Sub-Genus Bovine. yang termasuk dalam sub-genus tersebut
adalah; Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus, sedang
Williamson dan Payne menyatakan bahwa sapi Bali (Bos-Bibos Banteng) yang
spesies liarnya adalah banteng termasuk Famili bovidae, Genus bos dan
sub-genus bibos. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna
bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu
karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna
hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga
karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testis.
Sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia, yang didomestikasi dari
spesies banteng (Bibos Banteng). Contoh gambar Banteng liar tertera pada
Gambar 19. Tujuan utama pemeliharaan digunakan sebagai penghasil
daging, kerja penarik bajak, dan kultur sosial lainnya. Sampai saat ini
telah di distribusikan pada 22 propinsi. Warna sapi jantan adalah merah
kecoklatan, dengan warna putih pada sekitas pantat. Sedangkan sapi
betina kuning kemerah•merahan sampai coklat dengan warna putih pada
sekitas pantan dan paha. Bentuk tanduk pada sapi jantan berbentuk U. Di
Sulawesi selatan sapi bali dikawinkan dengan sapi ongole, tetapi darah
sapi bali masih dominan.
Gambar 19. Banteng Liar
Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus
dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang
paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan
carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu
pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang
jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling
edial disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan
tanduk mula•mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas,
kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar.
Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa
yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang
sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya sedikit mengarah kebawah
dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam. Contoh gambar sapi Bali tertera
pada Gambar 20 dan 21. Saat ini penyebaran sapi Bali telah meluas
hampir keseluruh wilayah Indonesia, konsentrasi sapi Bali terbesar
adalah di Sulawesi Selatan, Pulau Timor, Bali dan Lombok. Pane (1989)
menyatakan bahwa jumlah sapi Bali di Sulawesi Selatan dan Pulau Timor
telah jauh melampaui populasi sapi Bali ditempat asalnya (Pulau Bali).
Pada tahun 1991 ditaksir jumlah sapi Bali di Indonesia sekitar 3,2 juta,
dengan jumlah terbanyak di Sulawesi Selatan (1,8 juta ekor), Nusa
Tenggara Timur (625 ekor) dan Pulau Bali (456 ekor) (Hardjosubroto,
1994.)
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran
waktu tertentu (Hardjosubroto, 1994), dan Seiffert (1978) menyatakan
bahwa fungsi dari tingkat reproduksi produktivitas sapi potong dan
pertumbuhan. biasanya dinyatakan sebagai Wodzicka Tomas zewska et al.
(1988) menyatakan bahwa aspek produksi seekor ternak tidak dapat
dipisahkan dari reproduksi ternak yang bersangkutan, dapat dikatakan
bahwa tanpa berlangsungnya reproduksi tidak akan terjadi produksi.
Dijelaskan pula bahwa tingkat dan efesiensi produksi ternak dibatasi
oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya. Dalton (1987) menyatakan bahwa
produktivitas ternak merupakan hasil pengaruh genetik dan lingkungan
terhadap komponen produktivitas.
Selanjutnya Warwick dan Lagetes (1979) menyatakan bahwa performansi
seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan
pengaruh komulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak
bersangkutan sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak diukur dan
diobservasi. Hardjosubroto (1994) dan Astuti (1999) menyatakan bahwa
faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor
ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk
menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan
menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan
yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan
yang baik tidak menjamin panampilan apabila ternak tidak memiliki mutu
genetik yang baik. Trikesowo et al. (1993) menyatakan bahwa yang
termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah jumlah
kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan
anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun
(yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan. Tabel 6
menunjukkan persentase kematian beberapa Indonesia. dan sapi rataan
kelahiran, calf crop potong di Indonesia.
Tabel 6. Rataan Persentase Kelahiran, Kematian dan Calf Crop beberapa Sapi Potong di Indonesia
Bangsa Kelahiran Kematian Calf crop
Brahman 50,71 10,35 48,80
Brahman cross 47,76 5,58 45,87
Ongole Lokal cross Bali 51,04 62,47 52,15 4,13 1,62 2,64 48,53 62,02 51,40
Sumber: Januar(1985)
Astuti et al. (1983) dan Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas
ternak potong di Indonesia masih tergolong rendah dibanding dengan
produktivitas dari ternak sapi di negara-negara yang telah maju dalam
bidang peternakannya, namun demikian Vercoe dan Frisch (1980); Djanuar
(1985); Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas sapi daging dapat
ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu
genetiknya dan dalam praktek adalah kombinasi antara kedua alternatif
diatas.
1.1.2.2. Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan sapi Bali (Bibos banteng), sapi
Ongole (Bos indicus) dan sapi Jawa (bos javanicus). Warna sapi merah
kecoklatan tanpa warna putih di pantat. Keseragaman jenis sapi telah
dikembangkan oleh orang madura. Secara umum tubuh kecil dan berkaki
pendek. Sapi jantan mempunyai punuk yang berkembang baik dan jelas,
sedangkan sapi betina tidak berpunuk.
Gambar 22. Sapi Madura
Pada kepala terdapat tanduk kecil, melengkung ke
depan dan melingkar seperti bulan sabit. Bobot sapi jantan 300 kg dan
sapi betina 250 kg. berat pedet pada waktu lahir 12-18 kg. umur dewasa
kelamin 20-24 bulan. Pertambahan berat badan 0,25-0,6 kg per hari.
Persentase karkas 48-63% dan perbandingan daging tulang adalah 5,84 :1.
Sapi Madura banyak digunakan untuk lomba pacuan sapi yang dikenal dengan
karapan sapi. Contoh gambar Sapi Madura untuk karapan sapi tertera pada
Gambar 22.